Oleh Asep Setiawan dan Endang Sulastri
FISIP UMJ
asep.setiawan@umj.ac.id, endangsulastri_es@yahoo.com
Abstract
The Indonesian government has applied a foreign policy based on national interest since independence. One element of the national interest promulgated in the constitution is to protect all citizens. During Jokowi’s government, the element of people’s interest as the basis of foreign policy is emphasized. Ministry of Foreign Affairs translates the priority of Jokowi’s government into policy. Diplomacy of Indonesia has become people-oriented because directly touches Indonesian citizens overseas. This research examines pro-people foreign policy and how could be implemented. The benefit and results of the policy are also analyzed. In the first step, the focus of the research is to define what is of people diplomacy concept and what it means for foreign policy. In addition, some case studies are applied to migrant workers in Malaysia. A qualitative approach is used for this research given the nature of the phenomenon. In addition, descriptive-analytic is also applied to understand the research object because the first step is to describe the object of research. The data collection method involves in-depth interviews, documentary studies, and Focus Group discussions. The research location is in Jakarta, Indonesia, and Malaysia. Research results show that the Foreign Ministry as a dominant institution in diplomacy practice sets up a particular strategy called People’s Diplomacy. After formulating certain strategies, The Foreign Ministry develop an existing structure that helps Indonesian overseas. The Ministry is also putting more budget to device new innovations and services in Jakarta and around the world. Indonesian overseas have to benefit from pro-people diplomacy; however, given the big and wide of cases overseas, Indonesian needs more consistency and focus on directly helping the people, particularly low-skilled migrant workers.
Keywords: foreign policy, diplomacy, people, migrant worker
- PENDAHULUAN
Dalam merumuskan kebijakan luar negerinya, pemerintahan Presiden Joko Widodo berpegang pada prinsip Trisakti. Prinsip ini memiliki tiga pilar, yakni kedaulatan dalam politik, berdikari ekonomi dan kepribadian dalam kebudayaan. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kemenlu Dr. Darmansjah Djumala menjelaskan, pilar kedaulatan politik berkaitan dengan kemandirian menghadapi intervensi pihak asing dalam perumusan dan implementasi kebijakan. Pilar berdikari ekonomi dijadikan landasan bagi kebijakan luar negeri Jokowi yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Dalam bidang budaya, Jokowi mengutamakan kepentingan budaya strategis, yakni promosi nilai budaya dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1]
Darmansjah Djumala membuat komparasi antara kebijakan luar negeri Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perbandingan didasarkan pada empat indikator, yakni operasional, orientasi, pendekatan dan isu prioritas. Dari segi orientasi, SBY lebih mengedepankan internasionalisme. Kebijakan luar negeri SBY bersifat moderat dan lebih fokus menangani isu politik dan demokrasi. Sementara itu, Jokowi menjadikan kepentingan masyarakat sebagai orientasi utama. Djumala menambahkan, kebijakan Jokowi lebih memprioritaskan isu ekonomi kerakyatan dibandingkan isu politik.[2]
Orientasi kerakyatan Jokowi ini kemudian diterjemahkan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Dalam pidato awal tahun 2015 Retno menjelaskan bahwa[3]
“Diplomasi Indonesia akan terkoneksi dengan kepentingan rakyat. Diplomasi Indonesia akan membumi. Dan diplomasi Indonesia akan dilakukan secara tegas dan bermartabat.”
Menlu Retno menyebutkan bahwa untuk masa pemerintahan 2014-2019 diplomasi Indonesia di luar negeri yang dilakukan oleh para diplomat Kemlu akan berhubungan dengan kepentingan rakyat.[4] Dengan kata lain, Jokowi menginginkan politik luar negeri pemerintahannya memberikan manfaat bagi rakyat, yang membumi, dan mengedepankan kerja diplomasi dengan memperhatikan kebutuhan rakyat.[5] Bahkan beberapa saat setelah pelantikannya Menlu RI mengatakan, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia tidak boleh berjarak dengan kepentingan rakyat. Ini sesuai dengan visi dan misi yang telah disampaikan oleh presiden.[6]
Sejumlah kajian telah dilakukan untuk melihat apa yang dilakukan Jokowi dalam politik luar negerinya setidaknya dalam satu tahun pertama jabatannya. Aaron L. Connelly menyebutkan bahwa politik luar negeri Indonesia di bawah Jokowi akan memfokuskan kepada masalah dalam negeri.[7] Urusan luar negeri akan didelegasikan kepada kementerian yang menjadi tugasnya. Alasannya karena Jokowi tidak berpengalaman dalam masalah internasional.
Belum ada penelitian yang memfokuskan bagaimana orientasi rakyat ini dilaksanakan serta bagaimana hasilnya. Dengan latar belakang itu, penelitian akan memfokuskan kepada bagaimana pelaksanaan orientasi kerakyatan dalam politik luar negeri pemerintahan Jokowi.
Masalah yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Apa yang disebut politik luar negeri berorientasi kerakyatan.
- Apa manfaatnya orientasi kerakyatan dalam politik luar negeri.
- Bagaimana implementasi dari orentasi kerakyatan politik luar negeri.
- Bagaimana hasil dari politik luar negeri berorientasi kerakyatan.
- Bagaimana posisi orientasi kerakyatan dalam politik luar negeri Indonesia.
Seperti diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945, seluruh kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk:
- Melakukan pendataan kebijakan luar negeri yang langsung berdampak kepada rakyat.
- Melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan yang pro rakyat di luar negeri.
- Mengeksplorasi bagaimana politik luar negeri langsung memberikan manfaat kepada rakyat.
- Menginformasikan kepada kelompok yang berkepentingan untuk menjadikan kebijakan luar negeri dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
KAJIAN LITERATUR
Politik luar negeri disebut sebagai kelanjutan dari politik dalam negeri. Jika politik dalam negeri merupakan tindakan untuk mewujudkan kepentingan nasional sebuah negara maka politik luar negeri adalah upaya mewujudkan kepentingan nasional dengan arena berbeda yakni di mancanegara. Kepentingan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat misalnya tidak hanya dilakukan di dalam negeri tapi juga didapat dari hubungan antar bangsa. Dan mereka yang melakukan upaya itu di luar negeri, para warga bangsa, juga seharusnya mendapatkan perlindungan keamanan.
Dengan demikian fokus kepentingan nasional yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat tidak hanya dicapai dengan memacu pembangunan di dalam negeri namun juga membuka peluang di dunia internasional. Oleh karena itu implementasi politik luar negeri sangat terpengaruh oleh kepentingan nasional yang jadi prioritas sebuah pemerintahan.
Politik luar negeri kemudian menjadi respons dan stimulus yang menghubungkan kepentingan di dalam negeri dengan kesempatan di luar negeri. Dalam studi politik luar negeri sejumlah pakar memfokuskan kepada bagaimana negara merespon terhadap perkembangan internasional sebagai kelanjutan perubahan di dalam negeri. [8]Bagaimana politik luar negeri itu mengalami transformasi dari waktu ke waktu digambarkan dalam sebuah model berikut ini:
Gambar 1 Polugri Model Adaptif
Sumber: Yanyan (2017)
Berdasarkan model yang digambarkan Rosenau itu, politik luar negeri merupakan hasil dari perubahan di dalam negeri (structural change) dan perubahan di luar negeri (external change). Dua variable ini menentukan bagaimana politik luar negeri sebuah negara dijalankan. Variabel lain yang muncul yang mempengaruhi bentuk politik luar negeri adalah kepemimpinan sebuah pemerintahan.
Menurut Rosenau, terdapat empat kemungkinan muncul dari model adaptif ini. Keempat pola adaptasi politik luar negeri tersebut, yaitu: preservative adaptation (responsive to both external and internal demands and changes), acquiescent adaptation (responsive to external demands and changes), intransigent adaptation (responsive to internal demands and changes), promotive adaptation (unresponsive to both external and internal demands and changes).[9]
Dari empat kemungkinan yang terjadi dari adaptive model ini adalah respons terhadap tuntutan dan perubahan dalam negeri. Pemerintahan yang melakukan perubahan di dalam negeri karena pemilihan umum atau perubahan pemerintahan yang diakibatkan reformasi atau revolusi atau pergantian mendadak pemerintahan akan muncul tuntutan baru.
Politik luar negeri (foreign policy) juga merupakan seperangkat pedoman untuk memilih tindakan yang ditujukan ke luar wilayah suatu negara. K.J. Holsti memberikan tiga kriteria untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan politik luar negeri suatu negara, yaitu:[10]
a. Nilai (values) yang menjadi tujuan dari para pembuat keputusan.
b. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain ada tujuan jangka pendek (short-term), jangka menengah (middle-term),dan jangka panjang (long-term).
c. Tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain.
Namun demikian tujuan politik luar negeri tetap sama dengan kebijakan di dalam negeri yakni kepentingan nasional (national interersts) yang didefinisikan sebagai konsep abstrak yang meliputi berbagai kategori/ keinginan dari suatu negara yang berdaulat. Kepentingan nasional ini diterjemahkan dalam sejumlah bidang seperti politik, ekonomi, keamanan dan sosial budaya.
Mangadar Situmorang memandang bahwa kebijakan luar negeri Jokowi akan menekankan kepada kepentingan nasional di dalam negeri. Hal itu dilihat Situmorang dalam perspektif yang dikemukakan Jokowi [11]:
- Mengedepankan identitas sebagai negara kepulauan dalam pelaksanaan diplomasi dan membangun kerjasama internasional;
- Meningkatkan peran global melalui diplomasi middle power yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dan kekuatan global secara selektif dengan memberikan prioritas kepada permasalahan yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara Indonesia;
- Memperluas mandala keterlibatan regional di IndoPasifik, dan;
- Merumuskan dan melaksanakan politik luar negeri yang melibatkan peran, aspirasi dan keterlibatan masyarakat.
Dengan adanya komitmen untuk melindungi warga negara dimanapun berada dan menjaga keamanananya, maka disebut pula bahwa politik luar negeri berorientasi kerakyatan. Artinya terdapat visi yang jelas bahwa kepentingan nasional dalam politik luar negeri babasiskan kepada kepentingan rakyat baik di bidang ekonomi, politik atau keamanan.
Tampak bahwa Kementerian Luar Negeri menekankan kepadan kepentingan rakyat dalam pelaksanaan politik luar negerinya. Bahkan kemudian Kementerian Luar Negeri mencanangkan apa yang disebut diplomasi rakyat.[12]
Gambar 2 Diplomasi Rakyat
Sumber: Kemlu (2014)
Dari gambar itu jelas bahwa orientasi rakyat politik luar negeri kemudian dilaksanakan melalui diplomasi rakyat. Disini tampak bahwa model yang berorientasi rakyat tidak hanya dirumuskan secara konseptual tetapi juga kemudian dijabarkan dalam kebijakan Kemlu RI.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena implementasi politik luar negeri memerlukan kajian yang mendalam. Menurut Creswell pendekatan ini for exploring and understanding the meaning individuals or groups ascribe to a social or human problem.[13] Dalam pendekatan ini proses penelitian melibatkan perumusan masalah dan prosedur-prosedur. Moleong menyebutkan penelidian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll.[14] Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang diambarkan sebagai penggambaran sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu.[15]
Pengumpulan data akan dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan teknik pengumpulan data kualitatif seperti wawancara mendalam, studi dokumentasi dan focus group discussion. Penelitian dilakukan terutama di Kementerian Luar Negeri karena berhubungan langsung dengan implementasi kebijakan luar negeri. Wawancara juga dilakukan dengan sejumlah Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia. Analisis yang dilakukan bersifat kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai model politik luar negeri kerakyatan ini akan diuraikan dalam tiga elemen yakni pertama, konseptual dari politik luar negeri Indonesia yang berbasis kerakyatan. Kedua akan membahas mengenai elemen struktural dan organisasional dalam implementasi politik luar negeri berorientasi kerakyatan. Ketiga implementasi diplomasi kerakyatan yang merupakan perwujudan dari politik luar negeri yang berbasis kerakyatan.
- POLITIK LUAR NEGERI KERAKYATAN
Politik Luar Negeri Indonesia sejak merdeka tahun 1945 mendasarkan diri pada amanat dalam Pembukaan UUD 1945. Amanat itu adalah bagian dari kewajiban negara yang harus dilaksanakan dengan perangkat kerjanya yakni para menteri dan kementerian. Amanat itu berbunyi “…..pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ….”.
Pada era Presiden Soekarno politik luar negeri lebih fokus kepada mempertahankan kemerdekaan sedangkan Presiden Soeharto fokus kepada pembangunan ekonomi dengan mencari mitra di luar negeri. Dilanjutkan kemudian dengan era reformasi yang karena system lebih demokratis maka diplomasi kerakyatan juga semakin meluas karena adanya tuntutan dari pemegang kedaulatan yakni rakyat itu sendiri.
Diplomasi untuk rakyat yang menjadi bagian dari program lima tahun pemerintah Indonesia pada era Presiden Joko Widodo yang merupakan manifestasi dari kepentingan nasional yang menjadi prioritas. Kepentingan nasional yang diprioritaskan pemerintah pusat menegaskan bahwa negara hadir di tengah-tengah rakyat dimanapun berada. Kehadiran negara inilah yang menjadikan kebijakan luar negeri fokus kepada kepentingan rakyat menjadi hal utama, tidak hanya dalam diplomasi bilateral dan multilateral antar negara. Biasanya politik luar negeri difokuskan kepada pertemuan pemerintah dengan pemerintah dalam kegiatan diplomasi berupa konferensi atau negosiasi bilateral dan multilateral. Rakyat yang dalam hal ini warga negara yang berada di luar negeri tidak menjadi prioritas dalam perundingan karena menyangkut kepentingan pemerintahan secara langsung misalnya dalam perbatasan negara atau kontrak bisnis.
Kebijakan Luar Negeri Indonesia saat ini mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ketiga tahun 2015-2019 yang berbasiskan kepada Visi Misi, Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla. Visi Misi Pembangunan pada tahun 2015-2019 adalah Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.
Diantara tujuh misi pembangunan itu adalah mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. Di sinilah Kementerian Luar Negeri secara spesifik berperan dalam mewujudkan misi pembangunan. Selengkapnya misi pembangunan pemerintahan Jokowi-JK adalah (Kemlu: 2015):
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Kebijakan Luar Negeri ini juga menekankan kepada prioritas apa yang disebut dalam poin pertama: menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara. Dalam konteks ini Kementerian Luar Negeri merujuk kepada apa yang disebut menghadirkan negara dalam kebijakan luar negeri.
Diantara prioritas yang secara nyata dapat dirasakan warga negara Indonesia adalah keterlibatan pemerintah ketika para warga sedang berada di luar negeri atau sedang bekerja di luar negeri. Dalam focus Group Discussion dijelaskan bagaimana hubungan antara konsep ideal berdasarkan UUD 1945 dengan kebijakan di tingkat operasional.
Gambar 3 Konsep Melindungi WNI
- STRUKTUR PENDUKUNG KEBIJAKAN
WNI yang terpantau pemerintah berada di luar negeri diperkirakan mencapai 2.862.495 (Kemlu: 2016). WNI berada di luar negeri bekerja sebagai penata tata laksana rumah tangga (PLRT/pembantu rumah tangga) mahasiswa sampai bidang profesional lainnya. Angka hampir tiga juta tersebut yang disebut sebagai data resmi. Menurut data tidak resmi jumlah WNI di luar negeri bisa mencapai tiga kali lipatnya yang berarti hampir sembilan juta orang.
Untuk mewujudkan diplomasi untuk rakyat yang merupakan program nyata dari politik luar negeri berorientasi rakyat maka Kementerian Luar Negeri menjabarkan dalam poin antar lain “pelayanan dan perlindungan WNI dan BHI dan diaspora yang prima” . Butir ini merupakan satu dari delapan sasaran strategis yang dicanangkan oleh Kementerian Luar negeri. Di sini tampak bahwa dalam kebijakan sudah muncul apa yang disebut perlayanan untuk WNI di luar negeri.
Belajar dari penanganan kasus sebelumnya, seperti dijelaskan dalam Focus Group Discussion Kementerian Luar Negeri juga menata paradigma dalam penataan masalah WNI. Dari semula yang reaktif dan responsif kepada langkah yang pro aktif seperti tampak dalam gambar berikut.
Gambar 4 Paradigma Perlindungan WNI
Berdasarkan gambar tersebut penanganan kasus tidak hanya kepada seberapa besar kasus yang ditangani tetapi juga penataan instrumen pendukungnya mulai hulu. Ini berarti ketika penanganan kasus maka Kementeriaan Luar Negeri juga memberikan kontribusi dalam penyelesaian kasus pengiriman WNI ke luar negeri dari dalam negeri.
Untuk mencapai ini kementerian luar negeri mengadakan penataan secara organisasi dimana Badan Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) diperluas dan anggarannya diperbesar. Secara struktural, Badan perlindungan WNI dan BHI ini berada di bawah Direktorat Jenderal Protokoler dan Konsuler. Untuk menopang kebijakan luar negeri berorientasi kepada kerakyatan ini Menlu Retno Marsudi menekankan perlunya kehadiran negara di tengah rakyatnya. Menlu Retno (Kemenlu: 2016) menggarisbawahi 5 (lima) isu utama yang harus diperhatikan oleh seluruh unsur di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI, yaitu:
1. Perlindungan dan Pelayanan dengan kewajiban memberikan perlindungan kepada seluruh WNI dan BHI di luar negeri yang cepat, responsif, dan mengedepankan kualitas pelayanan kepada publik;
2. Respons yang cepat dan real time terhadap dinamika di dunia, alert, monitor kondisi yang dapat mempengaruhi RI dan sampaikan rekomendasi kebijakan yang tepat;
3. Intensifkan komunikasi kepada publik dan kembangkan networking;
4. Efisiensi, pergunakan anggaran secara bijak dan fokus pada pelaksanaan program prioritas; dan
5. Tingkatkan merit system.
Dengan adanya kepentingan nasional yang berbasiskan kepentingan bersentuhan dengan rakyat maka struktur juga diperkuat seperti terlihat dalam penataan struktur di kementerian luar negeri. Dalam struktur kementerian isu-isu terkait dengan perlindungan rakyat di luar negeri diberi tempat di bawah Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler. Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler, terdiri atas:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler;
b. Direktorat Protokol;
c. Direktorat Konsuler;
d. Direktorat Fasilitas Diplomatik; dan
e. Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.
Di bawah Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia secara teknis tugasnya adalah (Kemlu: 2017)
a. penyiapan perumusan perlindungan kebijakan warga negara di Indonesia bidang dan badan hukum Indonesia di luar negeri termasuk pemberian bantuan hukum, pemberian bantuan kemanusiaan dan sosial, pemberian fasilitasi pemulangan, pengawasan kekonsuleran, kampanye penyadaran publik, harmonisasi kebijakan dan pengembangan kerja bilateral, regional,sama regulasi, dan danmultilateral;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia di luar negeri termasuk pemberian bantuan hukum, pemberian bantuan kemanusiaan dan sosial, pemberian fasilitasi pemulangan, pengawasan kekonsuleran, kampanye penyadaran publik, harmonisasi kebijakan dan regulasi, dan pengembangan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia di luar negeri termasuk pemberian bantuan kemanusiaan pemulangan, dan hukum, pemberian sosial, pengawasan bantuan pemberian kekonsuleran, fasilitasi kampanye penyadaran publik, harmonisasi kebijakan dan regulasi, dan pengembangan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral;
d. penyiapan pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia di luar negeri termasuk pemberian bantuan hukum, pemberian bantuan kemanusiaan dan sosial, pemberian fasilitasi pemulangan, pengawasan kekonsuleran, kampanye penyadaran publik, harmonisasi kebijakan dan regulasi, dan pengembangan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral;
e. penyiapan pelaksanaan pelaporan di bidang pemantauan, perlindungan evaluasi warga dan negara Indonesia dan badan hukum Indonesia di luar negeri termasuk pemberian bantuan hukum, pemberian bantuan kemanusiaan dan sosial, pemberian fasilitasi pemulangan, pengawasan kekonsuleran, kampanye penyadaran publik, harmonisasi kebijakan dan regulasi, dan pengembangan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral; dan
f. pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Dengan tugas yang cukup luas ini maka Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, terdiri atas:
a. Subdirektorat Kawasan I;
b. Subdirektorat Kawasan II;
c. Subdirektorat Kawasan III;
d. Subdirektorat Kawasan IV;
e. Subdirektorat Kelembagaan dan Diplomasi Perlindungan;
f. Subbagian Tata Usaha; dan
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
Dengan adanya organisasi seperti maka menunjukkan bahwa penanganan masalah terkait WNI di luar negeri dilakukan secara khusus dan dengan sumber daya yang cukup besar termasuk mesin birokrasi yang menjalankannya. Seperti dijelaskan dalam kebijakan yang disebutkan Menlu Retno Marsudi maka perlindungan masyarakat menjadi penting karena sejak awal pemerintahan menekankan apa yang disebut dengan kehadiran negara dalam masalah yang dihadapi warga.
Politik luar negeri berorientasi rakyat muncul dari prioritas kepentingan nasional yang dicanangkan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Dari kepentingan nasional yang dinyatakan dalam program pemerintahan inilah kemudian diwujudkan oleh Kementerian Luar Negeri RI dalam bentuk penataan organisasi untuk mengakomodasi prioritas nasional pemerintahan. Penataan kelembagaan ini kemudian disusul dengan anggaran yang juga mengakomodasi pergeseran kepentingan dari hanya sekedar diplomasi yang sifatnya elitis dengan perhatian kepada WNI di luar negeri terutama mereka yang bermasalah.
Mengenai besaran anggaran yang menunjukkan bahwa orientasi kerakyatan dalam politik luar negeri dalam rangka melindungi masyarakat di mancangara tampak dari contoh yang ada di anggaran 2017 (Kemlu: 2017)
Gambar 5 Anggaran Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler
Dapat dilihat dari sekitar Rp 125 milyar anggaran Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler 2017 tampak bahwa hampir separuh anggaran yakni Rp 60 milyar diperuntukkan bagi perlindungan dan pelayanan WNI dan Badan Hukum Indonesia di luar negeri. Besaran anggaran ini dapat ditafsirkan adanya prioritas dari pemerintah untuk memberikan perlindungan lebih baik WNI dan BHI di luar negeri sekaligus merupakan akuntabilitas dari kebijakan diplomasi rakyat. Besarnya anggaran ini memberikan makna perhatian lebih bagi perlindungan WNI di luar negeri relative terakomodasi untuk hampir tiga juta WNI dengan sebagian besar profesinya sebagai TKI.
Tidak hanya struktur dan anggaran, program untuk perlindungan WNI juga diperluas dengan mengenalkan aplikasi, situs monitoring dan bahkan publikasi SMS untuk mengenalkan lokasi perwakilan Indonesia tatkala anggota masyarakat siapapun apakah wisatawan atau para tenaga kerja di luar negeri setibanya di negara tujuan. Pesan SMS dari nomor milik anggota masyarakat yang masih meggunakan provider Indonesia secara otomatis menghidupkan pesan yang isinya mengenai lokasi dan alamat kantor perwakilan Indonesia. Metode seperti ini disebutkan sebagai sebuah langkah baru untuk memberikan informasi secara transparan kepada publik mengenai kehadiran negara di lokasi tujuan.
Dalam pengamatan langsung mengenai fungsi SMS ini seperti tampak di Singapura dan Malaysia, WNI yang baru datang langsung mendapatkan pesan khusus dari provider Indonesia. Pesan SMS ini adalah bagian dari langkah pemerintah Indonesia dalam memberikan informasi kepada WNI di luar negeri agar mencatat alamat tersebut sebagai tindakan berjaga-jaga apabila dibutuhkan. Informasi awal ini diharapkan oleh pemerintah dapat memberikan kesadaran akan kehadiran aparat apabila diperlukan dalam tindakan darurat. Informasi yang tertera dalam pesan singkat ini cukup jelas menerangkan mengenai alamat secara lengkap kantor perwakilan terdekat dimana para warga berada.
Kehadiran pemerintah secara digital sudah terwakili dari situs internet dan berbagai informasi di dalamnya di sejumlah besar kantor perwakilan mulai dari Benua Afrika, Eropa sampai Amerika dan Australia. Dengan akses internet yang sudah mendunia para warga yang sudah lama berdiam di luar negeri atau para pekerja yang baru datang dapat memanfaatkan situs tersebut dengan berbagai informasi di dalamnya.
Sebagai tambahan dari kebijakan perlindungan rakyat ini, Kementerian Luar Negeri membuat informasi terpusat terkait dengan isu dan masalah tenaga kerja di luar negeri. Alamat situs tersebut dapat diakses di http://perlindungan.kemlu.go.id/portal/home.
Gambar 4 Situs Internet Perlindungan WNI
Dalam wawancara dengan pejabat di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI terungkap bahwa situs tersebut tidak hanya untuk menginformasikan perkembangan terbaru mengenai sejumlah masalah WNI di luar negeri. Di dalam situs ini juga WNI di luar negeri dapat mencari informasi terkait dengan Panduan Untuk Melakukan Registrasi, Panduan Untuk Melakukan Lapor Diri, Panduan Untuk Melakukan Pengaduan Kasus, Panduan Untuk Melakukan Pengajuan Pelayanan Publik dan Panduan Untuk Melakukan Pengaduan Pelayanan Publik. Ragam informasi itu disebut sebagai sebuah tindakan pro aktif dari pemerintah untuk melindungi WNI di luar negeri. Namun demikian tidak semua WNI mampu memanfaatkan situs tersebut karena antara lain kemampuan individual yang berbeda-beda serta situasi bekerja WNI.
Salah satu fitur yang baru dalam laman atau halaman internet itu adalah fitur pendaftaran bagi keluarga atau kerabat yang ingin memantau langsung kasus yang menyangkut sanak keluarganya di luar negeri. Di halaman Layanan terdapat registrasi, lapora diri dan pengaduan kasus yang bisa daftar langsung oleh WNI sehingga dapat menjadi sarana yang cepat agar kasusnya bisa ditangani langsung.
Gambar 5 Pendaftaran Keluarga WNI
Dengan metode mendaftarkan diri melalui situs tersebut bagi keluarga dan kerabat yang bermasalah maka komunikasi bisa berlangsung hampir tanpa jeda. Mereka yang tinggal di Indonesia dapat memantau dengan identitas yang sudah dikirimkan demikian juga mereka yang bermasalah juga bisa mengetahui perkembangannya dari petugas yang membantunya. Sistem registrasi ini merupakan salah satu alat untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dalam pelaksanaan diplomasi rakyat, melindungi WNI dan BHI di luar negeri.
- IMPLEMENTASI POLITIK LUAR NEGERI KERAKYATAN
Implementasi diplomasi kerakyatan ini sebenarnya mengacu kepada fungsi diplomasi yakni representing (mewakili) protecting (melindungi), negotiating (berunding), promoting (mempromosikan) dan reporting (melaporkan). (Bunyan, 2017). Dari lima fungsi ini yang erat kaitannya dengan rakyat adalah fungsi protecting bagi warga negara yang berada di luar negeri atau yang akan ke luar negeri.
Pemerintah saat ini menempatkan tiga prioritas dalam politik luar negerinya yakni perlindungan warga negara Indonesia, diplomasi ekonomi dan diplomasi mempertahankan wilayah Indonesia.
Diplomasi ekonomi erat kaitannya dengan fungsi promosi dari diplomasi. Sedangkan mempertahankan wilayah erat kaitannya dengan diplomasi protecting juga.Diplomasi rakyat yang merupakan wujud dari pelaksanaan politik luar negeri berorientasi rakyat ini dilakukan pemerintah dengan berbagai program.
Dari sekian program ini implementasi yang pernah dan sedang dilaksanakan menyangkut beberapa segmen mulai dari kasus-kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah sampai dengan repatriasi WNI yang bermasalah di luar negeri. Penelitian ini mengamai sejumlah kasus yang menjadikan masalah-masalah di luar negeri menjadi fokus (Kemlu: 2016)
- Kasus Tenaga Kerja Indonesia
Dari data terbaru yang dikeluarkan Kemlu, dalam rentang satu tahun antara 2015-2016 yang merupakan masa tahun kedua pemerintahan Jokowi-JK, tercatat 15.756 kasus WNI di luar negeri. Sekitar 86 persen diantara jumlah itu terkait dengan masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Kemlu menyebutkan bahwa 55 persen dari kasus TKI itu terkait TKI Domestik seperti profesi Pembantu Rumah Tangga, sopir, tukang kebun. Dari angkat ini tampak bahwa apa yang ditangani oleh Kemlu menyangkut profesi yang diklasifikasikan sebagai blue collar atau para pekerja teknis. Komposisi ini bisa menjelaskan beberapa hal mengena kasus TKI ini.
Pertama, kasus TKI yang ditangani pemerintah setidaknya dalam rentang waktu satu tahun 2015-2016 bertumpukan kepada profesi yang digolongkan kepada non skilled labour. Posisi mereka biasanya rawan di negara tempat dimana mereka bekerja. Selain itu pendapatan juga tidak terlalu besar di negara tersebut namun mereka harus bekerja keras secar fisik.
Kedua, tingginya kasus TKI ini menunjukkan rawannya posisi mereka di tengah profesi lainnya yang terlindungi hukum setempat. Karena posisinya yang rawan maka akan membuka peluang terjadinya pelanggaran hukum dari pengguna keahlian mereka.
Ketiga, persoalan TKI illegal juga akan tinggi angkanya karena akses masuk ke profesi seperti pembantu rumah tangga atau sopir tidak memerlukan sertifikat pendidikan tinggi. Akibatnya banyak TKI illegal mencari peruntungan dan juga menemui banyak masalah.
Dari sejumlah wawancara mengenai permasalahan TKI di Malaysia tampak bahwa isu-isu tidak adanya posisi yang menguntungkan bagi para pekerja migran di sana. Sebagian pekerja itu tidak dibayar gajinya selama bertahun-tahun dengan alasan majikannya mengatakan bahwa para TKI ini tidak bisa mengelola keuangan.
Sofia, salah seorang TKI di Malaysia mengatakan, sudah bekerja tiga tahun dan tinggal di shelter Johor selama 6,5 bulan. Alasannya tinggal di Konjen RI Johor adalah masalah gaji yang tidak dibayar selama tiga tahun. KJRI sudah berusaha dan mendapatkan 8000 ringgit namun masih ada sisa yang belum dibayarkan 17.000 ringgit. Demikian juga kasus Sriyani yang mengaku sudah 10 tahun bekerja dan tinggal di tempat penampungan KJRI Johor selama 6,5 bulan. Kasusnya sama menyangkut gaji yang tidak dibayar dan adanya kekerasan ketika bekerja.[16]
- Repatriasi
Dalam mewujudkan perlindungan WNI di luar negeri, Kemlu juga melakukan program pemulangan bagi warga yang ijin tinggalnya habis. Catatan Kemlu pada tahun 2016 menyebutkan bahwa pemulangan atau repatriasi WNI yang habis visanya dan yang tidak memiliki dokumentasi sudah dicanangkan sejak 17 Desember 2014 oleh Presiden Joko Widodo. Program ini termasuk cukup besar karena secara bertahap akan memulangkan sekitar 1,8 juta WNI yang ijin tinggal habis atau tidak memiliki dokumen. Setiap tahun direncanakan 50.000 orang dipulangkan terutama dari wilayah Malaysia, Arab Saudi dan Timur Tengah.
Upaya pemulangan hampir dua juta WNI yang bermasalah ini mendorong Kemlu membentuk apa yang disebut dengan Satuan Tugas Percepatan Pemulangan WNI bermasalah sejak April 2016. Satgas inilah yang memfokuskan diri kepada pemulangan WNI bermasalah dari berbagai lokasi yang disebut Kemlu sebagai Citizen Service.
- Tindak Pidana Perdagangan Orang
Kehadiran negara dalam masalah WNI di luar negeri diimpelentasikan dalam bentuk penanganan terkait WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang atau trafficking in person. Tahun 2016 Kemlu mencatat terdapat 208 kasus yang dapat ditangani. Namun demikian sebanyak 66 kasus lainnya masih dalam proses penanganan.
Dalam penanganan korban tindak pidana perdagangan manusia ini, Kemlu mencatat adanya tiga modus pengiriman WNI yang terindikasi adanya kasus pidana. Pertama, WNI sebagai pekerja formal perusahaan tertentu namun akhirnya menjadi pembantu rumah tangga. Para pekerja ini dijanjikan posisi sebagai petugas cleaning service, perawat orang sakit atau baby sitter. Namun kemudian mereka diperlakukan sebagai pembantu rumah tangga.
Modus kedua, memberangkatkan WNI ke negara tujuan dengan mekanisme apa yang disebut sebagai calling visa kunjungan ke negara tujuan atau juga visa umroh lalu diujungna menjadi pembantu rumah tangga. Cara ini dilakukan dengan tujuan ke wilayah TImur Tengah khususnya Arab Saudi.
Modus ketiga, pengiriman WNI antar negara karena adanya penghentian atau moratorium pengiriman TKI khususnya ke Timur Tengah. Kalau di Indonesia moratorium pengiriman TKI namun di Timur Tengah terdapat permintaan tinggi terhadap TKI maka sebagian WNI mengeluarkan dana besar untuk pergi ke Timur Tengah. Warga ini datang tidak langsung ke Arab Saudi namun ke Bahrain, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Qatar terlebih dahulu. Hal ini muncul karena moratorium TKI kepada kawasan Timur Tengah berbeda-beda. Indonesia memberlaukan moratorium ke Kuwait tahun 2009, ke Arab Saudi tahun 2011, terhadap Uni Emirat Arab tahun 2013 sedangkan ke Oman dan Bahrain tahun 2015.
- Penyanderaan
Masalah WNI di luar negeri tidak hanya terkait soal kerja tetapi juga dihadapkan pada posisi berbahaya seperti penyanderaan. Sepanjang tahun 2016 telah terjadi lima insiden penyanderaan yang melibatkan 25 orang yang berprofesi sebagai anak buah kapal di Filipina Selatan. Sampai Oktober 2016 pemerintah Indonesia telah membebaskan 23 dari 25 sandera dengan selamat.
Selain penyanderaan di Filipina, pemerintah Indonesia juga dapat membebaskan penyanderaan anak buah kapal Naham 3 oleh perompak di Somalia yang berlangsung sejak 2012. Tiga orang dapat dibebaskan pada 24 Oktober 2016.
Penyanderaan menjadi tantangan baru dalam perlindungan yang dilakukan pemerintah Indonesia. Kasus penyanderaan juga menunjukkan semakin rumitnya perlindungan warga karena berbagai profesi yang dijalani mereka seperti anak buah kapal. Kemlu menangani kasus ini tidak sendirian karena juga melibatkan kementerian lain dan juga apparat kepolisian.
- Haji dan Umroh
Ibadah haji dan umroh juga dari pemerintah Indonesia karena ternyata berbagai masalah timbul dari kegiatan ini. Bulan Agustus 2016 terjadi penahanan dan pencekalan ratusan warga Indonesia di Filipina.Sebanyak 177 orang WNI calon haji dicekal karena didapati menggunakan paspor palsu Filipina. Mereka akan berangkat dari bandara Internasional Ninoy Aquino menuju Madinah, Arab Saudi. Indonesia kemudian melakukan diplomasi kepada Filipina untuk membebaskan mereka. Kembali perhatian kepada warga di luar negeri menjadikan pemerintah Indonesia sigap meskipun kesalahan itu dilakukan oleh sejumlah orang sehingga 177 orang itu memiliki paspos Filipina padahal mereka adalah WNI.
Masalah ini tidak selesai karena ternyata 106 diantaranya yang menggunakan paspor Filipina telah lolos ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji. Kembali pemerintah Indonesia membantu mereka untuk dipulangkan secara bertahap yang merupakan bagian dari program perlindungan WNI.
Dalam kasus lain juga di Arab Saudi, pemerintah Indonesia dihadapkan pada masalah kecelakaan Crane di Masjidil Haram Mekkah pada 11 September 2015. Sebanyak 12 orang meninggal dan 49 luka-luka. Kemlu juga kemudian berusaha untuk mendampingi korban kecelakaan itu. Arab Saudi menjanjikan kompensasi masing-masing bagi korban meninggal dunia sebesar satu juta riyal dan yang cedera 500.000 riyal.
Kemlu juga menangani korban lainnya yakni akibat Tragedi Mina Oktober 2016 dimana anggota Jemaah haji Indonesia meningeal sebanyak 120 orang. Mereka adalah korban dari 2.431 yang meninggal akibat berdesak-desakan di Mina. Perhatian kepada korban terutama dalam identifikasi korban dan pemulangan jenazah.
- Terorisme
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap korban tindak terrorism dan juga mereka yang diduga terlibat tidak surut dalam beberapa tahun ini. Perlindungan dilakukan terhadap korban tindak terrorisme dan keluarganya juga bagaimana menangani mereka yang terlibat tindak terorisme misalnya bergabung dengan Negara Islam Irak Suriah yang disebut juga ISIS. Sampai September 2016 tercatat sedikitnya 2012 orang WNI yang ditangkap pemerintah Turki karena dugaan akan menyeberang ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Pemerintah Indonesia memperkirakan terhadap 483 WNI yang bergabung dengan ISIS.
KESIMPULAN
Berdasarkan temuan data lapangan baik dari wawancara informan di Indonesia seperti pejabat Kementerian Luar Negeri serta wawancara tenaga kerja Indonesia di Malaysia dan studi dokumentasi, tahap pertama penelitian menyimpulkan:
- Kepentingan nasional dimana pemerintah mengambil posisi negara hadir di tengah rakyat telah mendorong perumusan dan pelaksanaan kebijakan luar negeri yang berbasiskan rakyat. Konsep menghadirkan negara dalam perlindungan rakyat ini dimanifestasikan dalam program di kementerian pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Tujuan perlindungan rakyat ini sesuai dengan cita-cita nasional dalam menjaga kesejahteraan rakyat di dalam maupun di luar negeri.
- Dari prioritas nasional tersebut kemudian Kementerian Luar Negeri menyusun program menjadi sasaran strategis yakni melindungi WNI dan Badan Hukum Indonesia. Sasaran strategis ini satu dari sekian sasaran yang menjadi perhatian pemerintahan Jokowi-JK. Penempatan perlindungan WNI sebagai sasaran strategis menjadikan perhatian langsung dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Dalam berbagai pernyataan mengenai kebijakan luar negeri disebutkan berkali-kali bahwa diplomasi rakyat merupakan wujud kehadiran negara dalam perlindungan warga.
- Program ini kemudian didukung oleh struktur yang memadai di bawah Direktorat Jenderal Protkoler dan Konsuler. Di dalam direktorat ini kemudian muncul apa yang disebut Direktur Perlindungan yang kemudian secara struktur organisasi mendapat perhatian besar dengan adanya pengerahan sumber daya manusia lebih besar.
- Karena menjadi perhatian pemerintah Indonesia, maka kebijakan luar negeri berbasiskan rakyat ini kemudian mengalokasikan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya. Besarnya anggaran ini dikehendaki karena program perlindungan WNI merupakan prioritas pemerintah.
- Manfaat yang dirasakan oleh orientasi kerakyatan ini tampak dari beberapa catatan dan laporan mengenai keterlibatan pemerintah dalam melindungi WNI di berbagai kawasan termasuk di Malaysia yang jumlahnya mencapai dua juta WNI yang bekerja disana. Namun demikian bantuan kepada WNI sebagai perwujudan perlindungan WNI di luar negeri juga perlu ditingkatkan karena masalah lebih banyak dari ketersediaan pelayanan dari kantor perwakilan. Salah satu buktinya masih adanya para penghungi rumah aman atau shelter di kantor-kantor perwakilan yang menyelesaikan masalah yang dihadapai WNI.
- Tantangan yang besar untuk implementasi politik luar negeri berbasiskan rakyat ini adalah di satu sisi memerlukan penguatan SDM di Kemlu. Di sisi lain perlunya kesadaran dari warga negara bahwa tindakan yang illegal di luar negeri seperti visa yang kadaluarsa atau illegal akan menghadapi konsekuensi hukum dimana negara tidak sepenuhnya menjamin bebas dari tuntutan hukum. Tantangan lainnya adalah sebagian juga korban tindak kekerasan dan terrorism yang mengharuskan diplomasi menyeluruh untuk perdamaian dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W.2014. Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed
Methods Approaches. Los Angeles: Sage.
Djumala, Darmansyah. 2014. Membumikan Politik Luar Negeri. Diakses dari
Holsti, K.J., 1983. International Politics: A Framework for Analysis. London:
Prentice Hall.
Kementerian Luar Negeri RI.2014. Rencana Strategis 2015-2019. Jakarta: Kemlu RI
Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Rosenau, James N. 1981.The Study of Political Adaptation: Essays on the Analysis of
World Politics. New York: Nichols Publishing.
Sevilla, Consuelo G. etc. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia
Situmorang. Mangadar. 2015. “Orientasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia
Indonesia Dibawah Pemerintahan Jokowi-JK”. Dalam Jurnal Hubungan Internasional. Vol 11, No 1.
Susanto, Bambang. Politik Luar Negeri Bagi Kepentingan Rakyat. Diakses Juli 2017
Dari http://hi.umy.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/Presentasi-Membumikan-PLN-Bagi-Kepentingan-Rakyat.ppt.
Visi Misi Jokowi JK.2014. Jakarta: KPU.
Yani, Yanyan Mochamad. Perspektif-Perspektif Politik Luar Negeri: Teori dan
Praksis. Dalam http://pustaka.unpad.ac.id/archives/50063#. Diakses Januari 2017.
[1] Membaca Orientasi Kebijakan Luar Negeri Jokowi, http://www.balairungpress.com/2015/04/membaca-orientasi-kebijakan-luar-negeri-jokowi/ diakses 12 Mei 2016 pukul 1200.
[2] Ibid.
[3] Kemlu RI.2015. Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Republk Indonesia. Jakarta: Kemlu RI.
[4] Menlu Sampaikan Tiga Prioritas Politik Luar Negeri.
http://www.antarasumbar.com/berita/130625/menlu-sampaikan-tiga-prioritas-politik-luar-negeri.html
[5] Ibid
[6] Menlu Baru RI Terapkan Diplomasi Pro-Rakyat.
[7] Aaron L. Connelly.2014.Indonesian foreign policy under President Jokowi. The Lowy Institute for International Policy. Hal 1.
[8] Yanyan Mochamad Yani. Perspektif-Perspektif Politik Luar Negeri: Teori dan Praksis. Dalam http://pustaka.unpad.ac.id/archives/50063#. Diakses Januari 2017.
[9] James N. Rosenau. 1981.The Study of Political Adaptation: Essays on the Analysis of World Politics. New York, Nichols Publishing, hal. 59.
[10] Holsti, K.J., 1983. International Politics: A Framework for Analysis.London: Prentice Hall.
[11] Mangadar Situmorang. 2015. “Orientasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Indonesia Dibawah Pemerintahan Jokowi-JK”. Dalam Jurnal Hubungan Internasional. Vol 11, No 1.
[12] Kementerian Luar Negeri RI.2014.Rencana Strategis 2015-2019. Jakarta: Kemlu RI. Hal. 26
[13] John W. Creswell.2014. Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. Los Angeles:Sage. Hal.4.
[14] Lexy J Moleong. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya. Hal. 6
[15] Consuelo G. Sevilla etc. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 71
[16] Wawancara dengan beberapa TKI di Johor, Malaysia bulan Mei.